Sabtu, 12 Maret 2011

Be Moslem Be Smart






Bunga bulat berwarna merah cerah itu memang indah. Bentuknya pun unik. Di atas batang yang berwarna hijau itulah bunga bulat dengan corak runcing seperti jarum pentul itu bertahta. Pentulnya berwarna kuning dengan batang berwarna merah cerah. Bunganya menyembul diantara daun-daun yang tumbuh melebar bak daun pisang, satu batang biasanya hanya menyembul satu bunga saja. Benar-benar eksotik.

Bunga Desember (Blood lily) tak hanya bertutur tentang keindahan, tapi juga menandakan sebuah perubahan. Bunganya mekar menjelang bulan Desember, ia selalu tumbuh sesuai siklus musim hujan, mungkin karena itu pula ia memiliki nama tersebut. Ketika bunga ini mekar, saya selalu diajak ke halaman rumah. Kakak saya selalu bilang, bahwa bunga ini petanda tahun akan berganti dan semua akan jadi baru. Saya hanya manyun dan cemberut mendengar ocehannya tentang trend, teknologi atau bahkan tentang mode di tahun baru.


Mungkin dia ingin mengajarkan bahwa semua akan berubah, juga waktu, karena ia akan menelan usia!
Tapi, sejak halaman tak ada lagi dan umbi bunga itu pindah ke pot. Bunga itu seperti kehilangan siklus. Tak lagi mekar menjelang Desember. Karena ibu selalu menyiraminya setiap saat. Ibu hanya berseloroh “biarin aja bunganya kan indah, kenapa harus bersiklus?”
Musim gugur baru saja berlalu sedang dingin mulai selimuti mayapada. Dingin memang mulai tampak pada bulan ini, jaket dan baju tebal telah siap menyingkirkan kaos katun dan kemeja buntung.

Juga diktat dengan setumpuk ringkasan mulai diburu pengganti film dan permainan, karena ujian datang setiap penghujung tahun. Di jalanan kita juga menemui banyak penjual topi dan kostum senada, merah menyala. Kostum Sinterklas, tokoh yang popoler berkat jasa Coca-Cola itu mulai semarak tidak hanya di jalanan, tapi juga di etalase toko. Tokoh dengan karakter kakek tambun lucu disertai tawa khasnya itu selalu muncul di akhir tahun.

Ya, Desember, bulan ini menjadi gong dimulainya suasana baru. Karena perubahan adalah sebuah kepastian, maka Desember akan mengubah tahun setelah angka 31, perlahan kita akan mengais repihan angan dan menyimpannya sebagai sebuah kenangan atau cerita heroik di hari tua. Sebagai gantinya, kita akan disuguhkan kepingan masa—laiknya puzzle— untuk menyusunnya menjadi sesuatu yang menarik.

Terlalu musykil bila kita bicara tentang meramal masa depan di sini. Tapi, saya yakin kita semua setuju bahwa cita-cita—yang sejatinya adalah ramalan masa depan—dimulai dari mimpi dan angan. Nah, dengan ini mari kita berpetualang!

Ada kalanya bila ingin memulai sesuatu, saya atau mungkin Anda selalu menunggu waktu yang tepat. Istilah kerennya menunggu momen. Saya juga kurang faham mengapa menunggu momen tertentu untuk melakukan sesuatu, apalagi yang berkenaan dengan mengubah atau memulai.

Alasan yang sering dilontarkan adalah agar tidak terlupakan. Karena memulai suatu kebiasaan baru berbarengan dengan momen sangat berkesan di hati. Begitu pula dengan—misalnya— menyulap kamar menjadi lebih cantik. Akan sangat terasa dan tak akan sirna bila melakukannya di hari ulang tahun atau hari pertama menginjakkan kaki di Bumi Kinanah ini.

Tentu alasan itu dapat kita cerna dan serta merta kepala manggut-manggut. Tapi, bila berkenaan dengan memperbarui niat dan kembali mengingat cita-cita, akankah menunggu momen?

Cita-cita tentunya tersusun dari tangga-tangga serta hasil dari kerja keras. Ketika memperbarui niat dan kembali mengingat cita, tentu kita mulai mengingat dan menata ulang langkah-langkah untuk menuju impian. Mengingat berarti merenungi dan memikirkan sebuah proses menuju puncak harapan. Dari situlah lahir ide-ide cerah dan membuat hidup lebih terarah.

Bila hal ini hanya dilakukan pada momen tertentu, sepertinya terlalu terjal untuk sampai di puncak harapan. Permasalahan umum yang sering menyerang adalah inkonsistensi. Sehari dua hari berjalan bisa jadi terkikis atau bahkan sirna sehari kemudian. Disinilah dibutuhkan kontrol diri yang berkesinambungan. Pembaruan yang terus berkelindan dan lintas momen. Bukankah setiap detik adalah momen bagi kita?

Desember adalah momen perubahan. Berubah tidak hanya memulai menjadi baru, tapi juga bisa mengevaluasi langkah bisa pula membingkai wajah lama menjadi baru (reframing). Namun, itu semua tak kan cukup bila hanya bersulih kata-kata.

Bunga Desember dengan bunga pentulnya yang menarik selalu mekar menjelang Desember, namun ia akan rontok lalu sirna tak berbekas ketika kering mulai merayap. Umbinya lebih tenang mengendap di dasar tanah. Meski ia punya siklus tahunan yang menghalangi kita menikmati indah bunganya setiap saat, namun, tak salah bila menyianginya di pot bunga dan merawatnya sepanjang tahun.

Begitu pula niat, karena sejatinya ia tak bersiklus. Ganjil rasanya bila ada yang menyebut musim tajdidun niah. Musim ibadah datang karena menjelang ujian. Musim ngaji Qur’an karena ujian termin dua diambang pintu. Dan masih banyak musim-musim lainnya. Cukuplah panas, gugur, dingin dan semi sebagai empat musim di dunia. Dan semoga cukup usaha dan doa untuk merealisasikan niat agar berkelindan bersama cita.

Untuk itu, nampakanya memindahkan “umbi niat” yang selama ini bertebaran entah dimana ke dalam pot yang indah untuk dirawat dan dinikmati bunganya adalah niscaya. Mari kita rawat dan jaga pot niat. Jangan biarkan layu apalagi kering.

Belajar Menjaga Komitmen

Pertama selalu memperbarui niat (mejaga niat awal). Memperbarui bukan berarti diinovasi tetapi direnovasi. Kedua, jangan merasa berjasa. Karena apa pun yang kita lakukan atas ridho Allah dan bantuan-Nya.Ketiga, menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak dapat menolak| mengendalikan| peristiwa yang menimpa kita, yang dapat kita lakukan adalah mengontrol|membuat respon yang terbaik. Peristiwa positif atau pun negatif tetap harus direspon dengan sebaik mungkin.

Yaa …..Allah….
Lindungi hamba Mu ini dari kekufuran
lindungi dari bisikan dan kepungan setan yang terkutuk

AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

[Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.

Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.

Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.

Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam

Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.

Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)

Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36

Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.

Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam

Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam

http://moslemyouth.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar